HIDUP INI SINGKAT
Allah berfirman dalam surat Al-Mu’minuun ayat 112-114 yang berbunyi,
112.
orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan
diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. dan Allah menentukan
siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah
mempunyai karunia yang besar.
113. ayat mana saja[81] yang Kami
nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang
lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui
bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
114. Tiadakah kamu mengetahui
bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan tiada bagimu selain
Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.
[81] Para
mufassirin berlainan Pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al
Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.
“Berapa
tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab: “Kami tinggal (di
bumi) sehari atau setengah hari. Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.”
Allah berfirman: “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau
kamu sesungguhnya mengetahui.” (Al-Mu’minuun [23] : 112-114)
Ayat di atas merupakan dialog antara
Allah Subhanahuwa Ta’ala dengan orang-orang yang telah meninggalkan kehidupan
dunia ini. Disitu digambarkan betapa singkatnya hidup di dunia, tidak lebih
dari sehari atau setengah hari. Bahkan lebih singkat dari itu. Tidak peduli
kita siap atau tidak, kehidupan ini akan berakhir dengan kematian. Ketika
saatnya tiba, tidak seorang pun yang bisa menunda walaupun sesaat.
Allah berfirman dalam surat Al-Munafaiqun ayat 11 yang berbunyi
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila datang
waktu kematiannya…”(Al-Munaafiqun[63]:11)
Kita pasti mati. Tetapi itu bukan
akhir dari segalanya. Bahkan inilah awal dari kehidupan yang sesungguhnya,
kehidupan yang abadi. Disana manusia tinggal menerima risiko dari apa yang
dilakukannya selama hidup di dunia. Pada akhirnya hanya ada dua pilihan
ekstrim, ditempatkan di surga dan merasakan hidup penuh kebahagiaan tanpa
batas. Atau sebaliknya, ditempatkan di neraka dan menderita selamanya tanpa
batas. Inilah risiko terberat bagi perjalanan hidup manusia. Tidak ada yang
lebih berat dari itu.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Tidak ada sesuatu yang dialami
anak Adam dari apa yang diciptakan Allah lebih berat daripada kematian. Baginya
kematian lebih ringan daripada apa yang akan dialaminya sesudahnya.” (Riwayat
Ahmad).
Selama di dunia kita mungkin mengalami
berbagai kegagalan, tetapi itu hanya sementara. Kalau kita gagal meraih
keuntungan hari ini, besok kita masih bisa meraihnya. Kalau kita tidak lulus
ujian sekolah, kita bisa memperbaikinya dengan mengikuti ujian perbaikan. Kalau
kita tidak naik pangkat tahun ini, tahun depan atau tahun depannya lagi kita
bisa mendapatkannya, asalkan ajal belum datang menjemput kita. Tetapi begitu
datang kematian, tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki catatan amal kita.
Tidak mungkin kita kembali ke dunia walaupun kita sangat menginginkannya.
Sebagian manusia terlena oleh
kehidupan dunia ini. Mereka menganggap bahwa hidup itu hanya di dunia ini saja
dan kemudian mengisinya dengan sekedar bersenang-senang, makan minum,
pesta-pesta, hiburan, musik, film, dan fashion. Menikmati hidup, kata mereka.
Mereka tidak menyadari ada kehidupan sesudah mati. Mereka itulah yang akan
merasakan penyesalan yang luar biasa ketika tiba saat kematian.
Allah berfirman dalam surat Al-Fajr ayat 24 yang berbunyi :
“Alangkah baiknya kiranya aku dahulu
mengerjakan amal saleh untuk hidupku ini.” (Al-Fajr [89]: 24).
Begitulah ucapan orang-orang yang
tidak menyangka bahwa mereka akan memasuki kehidupan yang abadi, kehidupan yang
sebenarnya. Segala kesenangan yang mereka nikmati di dunia tidak ada artinya dibandingkan
penderitaan yang akan mereka tanggung. Mereka akan mendapati kehidupan dari
waktu ke waktu dengan segala penderitaan yang tidak akan pernah berakhir.
Butuh
Bekal
Hidup ini singkat. Kalau kita
mendapatkan kesenangan di dunia, itu adalah kesenangan yang sangat singkat.
Kalau kita menderita, itupun sebenarnya penderitaan yang teramat singkat.
Sekali lagi, hanya sehari atau setengah hari saja, atau lebih singkat lagi.
Sama sekali tidak sebanding dengan yang akan kita alami sesudah kematian.
Hidup adalah sebuah perjalanan.
Sebagaimana layaknya orang yang menempuh sebuah perjalanan, kita membutuhkan
bekal. Jika perjalanan kita seminggu, maka paling sedikit kita menyiapkan bekal
untuk keperluan selama minggu. Tas yang kita bawa berisi pakaian ganti yang
harus cukup untuk seminggu. Uang saku di dompet kita juga harus cukup untuk
kebutuhan seminggu. Jika kita bepergian selama sebulan tentu bekal dan
persiapan kita harus lebih besar lagi.
Perjalanan hidup sesudah mati adalah
perjalanan abadi, dan tanpa batas waktu. Bagi orang yang menyadari betapa
panjangnya perjalanan itu, tentu akan jauh lebih serius mempersiapkannya.
Seluruh waktu dan kesempatan hidup di dunia ini, kita manfaatkan sepenuhnya
untuk mengumpulkan bekal menuju kehidupan yang abadi itu. Ia akan pertaruhkan
seluruh hidupnya dan apa pun yang dia miliki untuk mendapatkan kehidupan yang
baik sesudah kematiannya.
Dalam kehidupan dunia ini mungkin kita
pernah kehabisan bekal. Jika demikian, tentu kita akan mengalami berbagai
kesulitan dan kesusahan selama perjalanan. Meskipun begitu, kita masih bisa
mencari bekal itu sepanjang perjalanan. Tetapi dalam perjalanan hidup sesudah
mati, disana kita tidak mungkin lagi mengumpulkan bekal. Semua harus dicari di
dunia ini. Semuanya harus siap sebelum datang kematian.
Apa yang harus dibawa dalam perjalanan
itu? Tentu tidak semua yang kita miliki kita bawa. Kita harus pandai-pandai
memilih yang bermanfaat. Segala sesuatu yang tidak berguna hanya akan
memperberat perjalanan. Diantara yang kita bawa dalam perjalanan hidup, baik di
dunia maupun di akhirat, ada yang tidak boleh tertinggal yaitu keimanan,
ketakwaan, dan amal saleh kita. Itulah bekal terbaik kita.
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 197 yang berbunyi :
“…Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa…”
(Al-Baqarah [2]: 197)
Ada
yang pasti kita tinggalkan ketika kita melanjutkan perjalanan menuju akhirat.
Nabi SAW bersabda: “Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah
wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan yang
satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya,
sedangkan yang tinggal bersamanya adalaha amalnya,” (Riwayat Bukhari dan
Muslim).
Hidits ini tentu saja tidak
mengajarkan kita untuk membenci harta, sebab itu adalah bagian dari bekal untuk
hidup di dunia. Juga tidak mengajak kita untuk mengabaikan keluarga dan sesama,
sebab tidak mungkin kita hidup di dunia ini tanpa mereka. Secara fisik harta
itu memang kita tinggalkan, tetani nilai amal saleh dari harta itu akan abadi
bersama kita. Hal itu hanya bisa terjadi apabila harta itu kita belanjakan
dijalan yang diridhai Allah. Demikian juga dengan keluarga dan saudara-saudara
kita, jasad mereka memang tidak menyertai kita lagi, tetapi kebaikan yang kita
tanamkan dalam interaksi kita di dunia tetap akan menyertai kita.
Saudara-saudara seiman itu akan senantiasa mengirimkan doanya untuk kita.
Anak-anak yang saleh juga akan senantiasa memberi kebaikan kepada kita. Ilmu
yang kita ajarkan kepada sesama juga akan menjadi investasi yang memberi
keuntungan yang tidak pernah putus. Semuanya akan menjadi amal saleh.
Hidup ini adalah perjalanan yang
singkat. Setiap detik mengantarkan kita semakin dekat dengan batas akhir.
Semoga waktu yang teramat singkat ini bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar