Minggu, 05 Mei 2013

EMPAT CIRI ORANG BERTAQWA


EMPAT CIRI ORANG BERTAQWA
Cerdas Finansial
Cerdas Emosional
Cerdas Sosial
Cerdas Spiritual
Allahu Akbar … Allahu Akbar …
Allahu Akbar …

Hadirin, jamaah shalat Idul Fitri yang berbahagia,
Pagi ini kita bersama-sama sedang merayakan sebuah kemenangan besar setelah selama sebulan kita berjuang dengan penuh semangat, niat yang ikhlas menjalankan segala ketentuan sesuai dengan syariat, dan istiqamah untuk tidak melakukan pelanggaran sedikitpun.
Kemenangan ini sangat wajar kita rayakan, sebab kemenangan ini tidak sekedar lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri, bukan sekedar lulus ujian diterima menjadi pegawai negeri, dan bukan naik pangkat atau jabatan. Pagi ini, bagi mereka yang lulus, selain disiapkan pahala yang melimpah, juga gelar yang luar biasa yaitu sebagai muttaqin, gelar menjadi orang-orang yang bertakwa.
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Al-Baqarah [2]: 183).
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) menurunkan syariat shalat tentu ada target dan tujuannya. Begitu juga ketika Allah SWT memerintahkan kaum Muslimin mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji, semua memiliki target dan tujuan yang jelas dan spesifik. Sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas, tujuan dan target pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan adalah lahirnya insan-insan bertakwa.
Alhamdulillah, sekali lagi kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa di antara yang hadir di tempat ini, banyak di antaranya yang telah lulus dan berhak menyandang gelar takqwa, melalui wisuda pagi hari ini, yaitu shalat Idul Fitri yang digelar di masjid.
Dalam wisuda yang khusus dan istimewa ini Allah SWT tidak menyebut satu persatu siapa saja yang dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar takwa. Pada kesempatan ini, Allah SWT hanya menyebut ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang telah memenuhi standar takwa, sebagaimana firman-Nya:
* (#þqããÍ$yur 4n<Î) ;otÏÿøótB `ÏiB öNà6În/§ >p¨Yy_ur $ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ôN£Ïãé& tûüÉ)­GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ   tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムÎû Ïä!#§Žœ£9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ   šúïÏ%©!$#ur #sŒÎ) (#qè=yèsù ºpt±Ås»sù ÷rr& (#þqßJn=sß öNæh|¡àÿRr& (#rãx.sŒ ©!$# (#rãxÿøótGó$$sù öNÎgÎ/qçRäÏ9 `tBur ãÏÿøótƒ šUqçR%!$# žwÎ) ª!$# öNs9ur (#rŽÅÇム4n?tã $tB (#qè=yèsù öNèdur šcqßJn=ôètƒ ÇÊÌÎÈ   
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan, dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui, Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil. (Ali Imran [3]: 133-135).
Menurut ayat tersebut, setidak-tidaknya orang yang menyandar gelar takwa itu memiliki empat ciri sebagai berikut :
Pertama, Memiliki kecerdasan finansial (menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit); Kedua, Memiliki kecerdasan emosi (menahan amarahnya); Ketiga, memiliki kecerdasan sosial (memaafkan kesalahan orang lain), dan yang Keempat adalah memilki kecerdasan spiritual (apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka).
KECERDASAN FINANSIAL
Ikhwani kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Orang yang bertakwa yang memilki kecerdasan finansial itu tak sekedar pandai mencari uang, tidak sekedar pandai mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Rasulullah Sallallahu’alaihi wa sallam (SAW) telah memberikan definisi yang gamblang tentang orang yang memilki kecerdasan finansial.
“Yang disebut al-ghina (orang yang cerdas finansial) itu bukanlah mereka yang sekedar memiliki harta yang banyak, tetapi al-ghina itu adalah mereka yang kaya akan jiwa.” (Riwayat Bukhari).
Bukan disebut cerdas finansial orang yang memilki harta banyak tapi kikir, dan pelit. Buat apa mengumpulkan harta kalu tidak dibelanjakan? Buat apa menimbun harta kalau tidak disedekahkan? Harta dalam pandangan orang yang kikir adalah segala-galanya. Harta dikira dapat mengekalkan hidupnya.

Ikhwani kaum muslimin yang berbahagia,
Hidup dizaman sekarang ini memang berat. Semua serba uang. Mau melahirkan harus mengeluarkan uang, mau makan, mau sekolah, bahkan untuk ke WC pun harus mengeluarkan uang. Apabila kalau sakit, mati pun harus mengeluarkan uang.
Kondisi seperti itu sudah disampaikan oleh Nabi SAW, 14 abad yang lalu. “Pada akhir zaman kelak manusia harus menyediakan harta untuk menegakkan urusan agama dan urusan dunianya.” (Riwayat Thabrani).
Memang, dengan harta yang cukup kita bisa memelihara harga diri kita dari meminta-minta, dan kita bisa menolong orang lain. Dengan harta yang cukup kita bisa makan dan minum yang halal dan tayyib, kita bisa bersedekah. Dan juga kita bisa menjalankan ibadah haji.
Rasulullah bersabda: wahai ‘Amru, alangkah bagusnya harta yang baik di tangan orang-orang yang baik (saleh). (Riwayat Ahmad ).
Melalui Hadits tersebut, Rasulullah SAW menginginkan kaum Muslimin cerdas finansial , dalam arti mereka dapat menguasai harta dan dapat pula membelanjakannya dengan sebaik-baiknya. Harta di manfaatkan untuk membantu orang yang memerlukannya : fakir miskin, yatim piatu, anak-anak yang memerlukan biaya sekolah, orang yang lanjut usia, orang-orang yang sakit yang tak memiliki biaya berobat. Harta yang cukup dapat digunakan untuk kemaslahatan umat.


KECERDASN EMOSI
Ikhwani kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Ciri ke dua orang yang bertakwa adalah “wal kazhiminal ghaiz” (orang–orang yang bisa menahan diri ketika marah). Kalau boleh mengambil istilah sekarang, yaitu orang yang memiliki kecerdasn emosi.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu, orang hanya mengenal satu jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan intelegensi  atau dikenal dengan IQ. Pada saat itu, keberhasilan dan keberuntungan orang sangat di tentukan oleh seberapa tinggi IQ-nya. Semakin tinggi IQ seseorang, kemungkinan berhasilnya sangat besar. Itulah sebabnya, semua lembaga pendidikan, instansi pemerintahan, dan lembaga bisnis melakukan tes IQ dalam penerimaan siswa, pegawai, atau karyawan.
Namun, teori yang dibanggakan itu runtuh setelah melalui serangkaian penelitian bahwa IQ bukan segala-galanya. Bahkan IQ menurut hasil penelitian itu hanya menyambung 15% saja tingkat keberhasilan seseorang. Yang mengejutkan justru EQ (Emotional Quotient) lah yang menjadi faktor penentu, sekitar 60% sampai 85% faktor kesuksesan.
Ternyata faktor kesabaran, keuletan, kegigihan, istiqamah, disiplin, dan tidak mudah emosi merupakan kunci keberhasilan manusia dalam membangun kesuksesan. Betapa banyak orang yang pintar, yang nilai akademisnya selalu di atas, IQ-nya di atas rata-rata tapi dalam hidupnya menemui kegagalan!
Empat belas abad yang lampau Al-Quran telah mengenalkan teori dan juga tokoh-tokohnya. Nabi Yusuf contoh terbaik manusia yang paling cerdas emosinya. Kisah Nabi Yusuf ini bahkan di akui oleh Al-Qur’an sebagai ahsanul qashashi, sebaik-baik kisah.
Nabi Muhammad SAW adalah juga nabi dan rasul yang sangat cerdas emosinya. Diceritakan suatu ketika Rasulullah bersama sahabat-sahabat lainnya sedang berada di masjid. Tiba-tiba datang seorang Badui, lalu seenaknya kencing di tengah masjid. Para sahabat marah, hampir memburu dan memukulnya. Tapi Rasulullah segera mencegahnya. Ketika kejadian itu selesai, Rasulullah menjelaskan, seandainya saat orang Badui tengah kencing tadi kalian buru. Maka air kencingnya akan mengenai semua lantai mesjid. Tak cukup satu ember air untuk membersihinya. Dengan sedikit sabar, menahan emosi, maka seember cukup untuk membersihinya.
Kesabaran dan kekuatan menahan emosi itulah yang diajarkan Rasulullah SAW selama kita berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda:
“Puasa itu perisai. Maka, pada hari puasa, janganlah kamu mengumbar perkataan kotor dan jangan pula menjerit-jerit. Jika dicaci atau diganggu orang, hendaklah kamu mengucapkan, ‘Sesungguhnya aku tengah berpuasa”. (Riwayat Al-Bukhari-Muslim).
Ramadhan disebut bulan kesabaran, karena di dalamnya kita digembleng mentalnya untuk bersabar. Sabar ketika lapar dan haus, sabar tak mengucapkan kata-kata kotor, dan jorok. Sebulan penuh kita diajari untuk bersabar, tidak marah, tidak membenci, dan tidak kecewa.

Ikhwani kaum Muslimin rahimakumullah,
Kita harus memiliki kecerdasan Emosi sebagai ciri orang yang bertakwa. Sebagai suami, kita harus pandai memimpin istri dan anak-anak. Kita harus sabar, mau mendengar, tahu perasaan orang lain, menghargai, memberi apresiasi, mau meminta maaf dan mudah memaafkan, serta tidak pelit mengucapkan terima kasih.
Saya bertanya kepada bapak-bapak, kapan terakhir kali mengucapkan terima kasih kepada istri kita? Padahal setiap hari istri kita melayani, menyuguhkan air minum, makan, dan memberi senyum.
Sebagai istri, wajib bagi ibu-ibu untuk senantiasa menghormati suami sebagai pemimpin rumah tangga, mentaati perintahnya, melayani kebutuhannya, dan menyenangkan hatinya. Jangan pernah berkata kasar, bersuara keras, merasa lebih pintar, apalagi menggurui. Boleh saja penghasilan ibu lebih besar, ilmu lebih tinggi, posisi dan kedudukan lebih terhormat, tapi kalau sudah di rumah, yang menjadi pemimpin adalah suami.

KECERDASN SOSIAL
Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar … walillahil hamd …   
Ikhwani kaum muslimin rahimakumullah,
Ciri ketiga orang yang bertakwa adalah memiliki kecerdasan sosial, wal’afina aninnas (orang yang memudahkan memaafkan).
Tidak mudah hidup bermasyarakat. Ada seribu satu masalah yang selalu menyertai kehidupan bersama. Di dalamnya tidak jarang beredar fitnah, gunjingan, ghibah, namimah, sampai adu domba. Orang-orang yang memiliki kecerdasan sosial tidak lari dari situasi ini. Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang mukmin yang bergaul dan sabar terhadap gangguan orang, lebih besar pahalanya dari yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar dalam menghadapi gangguan mereka. (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi).
Senjata utama bagi orang yang memliki kecerdasan sosial adalah memaafkan. Dengan memaafkan hati menjadi lapang, pikiran menjadi tenang, dan ibadah menjadi khusyu’. Sebaliknya, orang yang sulit memaafkan orang lain, dadanya menjadi sempit, hatinya di penuhi rasa dendam, dan pikirannya di penuhi keinginan untuk membalas. Ada sesal, marah, dendam, kecewa, dan sakit hati, menggumpal menjadi penyakit jiwa yang tidak ada obatnya.
Memaafkan cara yang paling manjur untuk membebaskan manusia dari semua penyakit tersebut. Orang yang mudah memaafkan mentalnya sehat dan pikirannya jernih.
Mari, kami mengajak kepada saudara-saudara semua untuk membuka pintu maaf kepada orang lain. Tanpa diminta, mari kita maafkan anak-anak kita, istri/suami kita, saudara kita, teman sekantor atau sekerja kita, kerabat dekat dan kerabat jauh. Tak lupa sembari memberi maaf kita do’akan atas kebaikan mereka, semoga diberi kesehatan, kesuksesan, kemuliaan, keberkahan, rahmat, dan hidayah oleh Allah SWT.

KECERDASN SPIRITUAL
Allahu Akbar  walillahil hamd …   
Saudara saudara, kaum muslim yang berbahagia,
Terakhir, wa idza fa’alu fahisyatan awzalamu anfusahum dzakarullah, fastaghfaru li dzunubihim, apa bila berbuat kesalahan atau mendzalimi diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu meminta ampun.
Ciri ke empat orang yang bertakwa yakni memiliki kecerdasan spritual. Orang yang memiliki kecerdasan ini selalu merasa di cintai allah. Allah telah memasang CCTV dimana-mana. Tidak ada ruang di dunia ini yang lepas dari CCTV Allah, sehingga tidak ada satu perbuatan, sekecil apapun tanpa bantuan Allah. Semua terawasi, dan terekam dengan baik.
`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§sŒ #\øyz ¼çnttƒ ÇÐÈ  
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscahya dia akan melihat (balasan)nya. (al-Zalzalah[99]:7).
Murakabah, merasa selalu di awasi dan di lihat Allah SWT merupakan esensi dari kecerdasan spiritual. Orang yang mempunyai kecerdasan sejenis ini akan senantiasa berada dalam kebaikan , sebab mereka berusaha untuk tampil sebaik mungkin di hadapan Allah SWT. Mereka tidak ingin terpantau oleh Allah SWT dalam keadaan berbuat dosa.
Orang yang senantiasa diawasi Allah berusaha menghindari yang terlarang. Jika suatu saat berbuat dosa, ia segera menggingat Allah lalu bersegera bertaubat meminta ampunan. Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
  
Ikhwani, kaum muslimin yang berbahagia ,
Di akhir khutbah marilah kita berdoa dan memohon agar doa kita di terima oleh-nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar