EMPAT
CIRI ORANG BERTAQWA
Cerdas
Finansial
Cerdas
Emosional
Cerdas
Sosial
Cerdas
Spiritual
Allahu Akbar … Allahu Akbar …
Allahu Akbar …
Hadirin, jamaah shalat Idul
Fitri yang berbahagia,
Pagi ini kita
bersama-sama sedang merayakan sebuah kemenangan besar setelah selama sebulan
kita berjuang dengan penuh semangat, niat yang ikhlas menjalankan segala
ketentuan sesuai dengan syariat, dan istiqamah untuk tidak melakukan
pelanggaran sedikitpun.
Kemenangan ini
sangat wajar kita rayakan, sebab kemenangan ini tidak sekedar lulus ujian masuk
perguruan tinggi negeri, bukan sekedar lulus ujian diterima menjadi pegawai
negeri, dan bukan naik pangkat atau jabatan. Pagi ini, bagi mereka yang lulus,
selain disiapkan pahala yang melimpah, juga gelar yang luar biasa yaitu sebagai
muttaqin, gelar menjadi orang-orang yang bertakwa.
$ygr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
|=ÏGä.
ãNà6øn=tæ
ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä.
n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s%
öNä3ª=yès9
tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Al-Baqarah [2]: 183).
Ketika Allah Subhanahu
wa Ta’ala (SWT) menurunkan syariat shalat tentu ada target dan tujuannya.
Begitu juga ketika Allah SWT memerintahkan kaum Muslimin mengeluarkan zakat,
berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji, semua memiliki target
dan tujuan yang jelas dan spesifik. Sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas,
tujuan dan target pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan adalah lahirnya
insan-insan bertakwa.
Alhamdulillah,
sekali lagi kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa di antara yang hadir di
tempat ini, banyak di antaranya yang telah lulus dan berhak menyandang gelar
takqwa, melalui wisuda pagi hari ini, yaitu shalat Idul Fitri yang digelar di
masjid.
Dalam wisuda yang
khusus dan istimewa ini Allah SWT tidak menyebut satu persatu siapa saja yang
dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar takwa. Pada kesempatan ini, Allah
SWT hanya menyebut ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang telah memenuhi standar
takwa, sebagaimana firman-Nya:
*
(#þqããÍ$yur 4n<Î)
;otÏÿøótB
`ÏiB
öNà6În/§ >p¨Yy_ur
$ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur
ôN£Ïãé&
tûüÉ)GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã
Îû Ïä!#§£9$# Ïä!#§Ø9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur
xáøtóø9$#
tûüÏù$yèø9$#ur
Ç`tã
Ĩ$¨Y9$#
3 ª!$#ur
=Ïtä
úüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ úïÏ%©!$#ur #sÎ) (#qè=yèsù ºpt±Ås»sù ÷rr&
(#þqßJn=sß
öNæh|¡àÿRr& (#rãx.s ©!$#
(#rãxÿøótGó$$sù öNÎgÎ/qçRäÏ9 `tBur ãÏÿøót
UqçR%!$#
wÎ)
ª!$#
öNs9ur
(#rÅÇã 4n?tã
$tB (#qè=yèsù öNèdur
cqßJn=ôèt ÇÊÌÎÈ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan, dan
(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui, Yang dimaksud
perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya
menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya
diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri
baik yang besar atau kecil. (Ali
Imran [3]: 133-135).
Menurut ayat
tersebut, setidak-tidaknya orang yang menyandar gelar takwa itu memiliki empat
ciri sebagai berikut :
Pertama, Memiliki
kecerdasan finansial (menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit);
Kedua, Memiliki kecerdasan emosi (menahan amarahnya); Ketiga, memiliki
kecerdasan sosial (memaafkan kesalahan orang lain), dan yang Keempat adalah
memilki kecerdasan spiritual (apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka).
KECERDASAN
FINANSIAL
Ikhwani kaum muslimin
yang dirahmati Allah,
Orang yang bertakwa
yang memilki kecerdasan finansial itu tak sekedar pandai mencari uang, tidak
sekedar pandai mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Rasulullah Sallallahu’alaihi
wa sallam (SAW) telah memberikan definisi yang gamblang tentang orang yang
memilki kecerdasan finansial.
“Yang disebut al-ghina
(orang yang cerdas finansial) itu bukanlah mereka yang sekedar memiliki
harta yang banyak, tetapi al-ghina itu adalah mereka yang kaya akan
jiwa.” (Riwayat Bukhari).
Bukan disebut cerdas
finansial orang yang memilki harta banyak tapi kikir, dan pelit. Buat apa
mengumpulkan harta kalu tidak dibelanjakan? Buat apa menimbun harta kalau tidak
disedekahkan? Harta dalam pandangan orang yang kikir adalah segala-galanya.
Harta dikira dapat mengekalkan hidupnya.
Ikhwani kaum
muslimin yang berbahagia,
Hidup dizaman
sekarang ini memang berat. Semua serba uang. Mau melahirkan harus mengeluarkan
uang, mau makan, mau sekolah, bahkan untuk ke WC pun harus mengeluarkan uang.
Apabila kalau sakit, mati pun harus mengeluarkan uang.
Kondisi seperti itu
sudah disampaikan oleh Nabi SAW, 14 abad yang lalu. “Pada akhir zaman kelak
manusia harus menyediakan harta untuk menegakkan urusan agama dan urusan
dunianya.” (Riwayat Thabrani).
Memang, dengan
harta yang cukup kita bisa memelihara harga diri kita dari meminta-minta, dan
kita bisa menolong orang lain. Dengan harta yang cukup kita bisa makan dan
minum yang halal dan tayyib, kita bisa bersedekah. Dan juga kita bisa
menjalankan ibadah haji.
Rasulullah bersabda:
wahai ‘Amru, alangkah bagusnya harta yang baik di tangan orang-orang yang baik
(saleh). (Riwayat Ahmad ).
Melalui Hadits
tersebut, Rasulullah SAW menginginkan kaum Muslimin cerdas finansial , dalam
arti mereka dapat menguasai harta dan dapat pula membelanjakannya dengan
sebaik-baiknya. Harta di manfaatkan untuk membantu orang yang memerlukannya :
fakir miskin, yatim piatu, anak-anak yang memerlukan biaya sekolah, orang yang
lanjut usia, orang-orang yang sakit yang tak memiliki biaya berobat. Harta yang
cukup dapat digunakan untuk kemaslahatan umat.
KECERDASN EMOSI
Ikhwani kaum
muslimin yang dirahmati Allah,
Ciri ke dua orang yang
bertakwa adalah “wal kazhiminal ghaiz” (orang–orang yang bisa menahan diri
ketika marah). Kalau boleh mengambil istilah sekarang, yaitu orang yang
memiliki kecerdasn emosi.
Berpuluh-puluh
tahun yang lalu, orang hanya mengenal satu jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan
intelegensi atau dikenal dengan IQ. Pada
saat itu, keberhasilan dan keberuntungan orang sangat di tentukan oleh seberapa
tinggi IQ-nya. Semakin tinggi IQ seseorang, kemungkinan berhasilnya sangat
besar. Itulah sebabnya, semua lembaga pendidikan, instansi pemerintahan, dan
lembaga bisnis melakukan tes IQ dalam penerimaan siswa, pegawai, atau karyawan.
Namun, teori yang
dibanggakan itu runtuh setelah melalui serangkaian penelitian bahwa IQ bukan
segala-galanya. Bahkan IQ menurut hasil penelitian itu hanya menyambung 15%
saja tingkat keberhasilan seseorang. Yang mengejutkan justru EQ (Emotional Quotient)
lah yang menjadi faktor penentu, sekitar 60% sampai 85% faktor kesuksesan.
Ternyata faktor
kesabaran, keuletan, kegigihan, istiqamah, disiplin, dan tidak mudah emosi
merupakan kunci keberhasilan manusia dalam membangun kesuksesan. Betapa banyak
orang yang pintar, yang nilai akademisnya selalu di atas, IQ-nya di atas
rata-rata tapi dalam hidupnya menemui kegagalan!
Empat belas abad
yang lampau Al-Quran telah mengenalkan teori dan juga tokoh-tokohnya. Nabi
Yusuf contoh terbaik manusia yang paling cerdas emosinya. Kisah Nabi Yusuf ini
bahkan di akui oleh Al-Qur’an sebagai ahsanul qashashi, sebaik-baik kisah.
Nabi Muhammad SAW
adalah juga nabi dan rasul yang sangat cerdas emosinya. Diceritakan suatu
ketika Rasulullah bersama sahabat-sahabat lainnya sedang berada di masjid. Tiba-tiba
datang seorang Badui, lalu seenaknya kencing di tengah masjid. Para sahabat marah, hampir memburu dan memukulnya. Tapi Rasulullah
segera mencegahnya. Ketika kejadian itu selesai, Rasulullah menjelaskan, seandainya
saat orang Badui tengah kencing tadi kalian buru. Maka air kencingnya akan
mengenai semua lantai mesjid. Tak cukup satu ember air untuk membersihinya.
Dengan sedikit sabar, menahan emosi, maka seember cukup untuk membersihinya.
Kesabaran dan
kekuatan menahan emosi itulah yang diajarkan Rasulullah SAW selama kita
berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda:
“Puasa itu perisai.
Maka, pada hari puasa, janganlah kamu mengumbar perkataan kotor dan jangan pula
menjerit-jerit. Jika dicaci atau diganggu orang, hendaklah kamu mengucapkan,
‘Sesungguhnya aku tengah berpuasa”. (Riwayat Al-Bukhari-Muslim).
Ramadhan disebut
bulan kesabaran, karena di dalamnya kita digembleng mentalnya untuk bersabar.
Sabar ketika lapar dan haus, sabar tak mengucapkan kata-kata kotor, dan jorok.
Sebulan penuh kita diajari untuk bersabar, tidak marah, tidak membenci, dan
tidak kecewa.
Ikhwani kaum
Muslimin rahimakumullah,
Kita harus memiliki
kecerdasan Emosi sebagai ciri orang yang bertakwa. Sebagai suami, kita harus
pandai memimpin istri dan anak-anak. Kita harus sabar, mau mendengar, tahu
perasaan orang lain, menghargai, memberi apresiasi, mau meminta maaf dan mudah
memaafkan, serta tidak pelit mengucapkan terima kasih.
Saya bertanya
kepada bapak-bapak, kapan terakhir kali mengucapkan terima kasih kepada istri
kita? Padahal setiap hari istri kita melayani, menyuguhkan air minum, makan,
dan memberi senyum.
Sebagai istri,
wajib bagi ibu-ibu untuk senantiasa menghormati suami sebagai pemimpin rumah
tangga, mentaati perintahnya, melayani kebutuhannya, dan menyenangkan hatinya.
Jangan pernah berkata kasar, bersuara keras, merasa lebih pintar, apalagi
menggurui. Boleh saja penghasilan ibu lebih besar, ilmu lebih tinggi, posisi
dan kedudukan lebih terhormat, tapi kalau sudah di rumah, yang menjadi pemimpin
adalah suami.
KECERDASN SOSIAL
Allahu Akbar …
Allahu Akbar … Allahu Akbar … walillahil hamd …
Ikhwani kaum
muslimin rahimakumullah,
Ciri ketiga orang
yang bertakwa adalah memiliki kecerdasan sosial, wal’afina aninnas (orang
yang memudahkan memaafkan).
Tidak mudah hidup
bermasyarakat. Ada
seribu satu masalah yang selalu menyertai kehidupan bersama. Di dalamnya tidak
jarang beredar fitnah, gunjingan, ghibah, namimah, sampai adu domba.
Orang-orang yang memiliki kecerdasan sosial tidak lari dari situasi ini.
Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang mukmin
yang bergaul dan sabar terhadap gangguan orang, lebih besar pahalanya dari yang
tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar dalam menghadapi gangguan mereka.
(Riwayat Ahmad dan Tirmidzi).
Senjata utama bagi
orang yang memliki kecerdasan sosial adalah memaafkan. Dengan memaafkan hati
menjadi lapang, pikiran menjadi tenang, dan ibadah menjadi khusyu’. Sebaliknya,
orang yang sulit memaafkan orang lain, dadanya menjadi sempit, hatinya di
penuhi rasa dendam, dan pikirannya di penuhi keinginan untuk membalas. Ada sesal, marah, dendam,
kecewa, dan sakit hati, menggumpal menjadi penyakit jiwa yang tidak ada
obatnya.
Memaafkan cara yang
paling manjur untuk membebaskan manusia dari semua penyakit tersebut. Orang
yang mudah memaafkan mentalnya sehat dan pikirannya jernih.
Mari, kami mengajak
kepada saudara-saudara semua untuk membuka pintu maaf kepada orang lain. Tanpa
diminta, mari kita maafkan anak-anak kita, istri/suami kita, saudara kita,
teman sekantor atau sekerja kita, kerabat dekat dan kerabat jauh. Tak lupa
sembari memberi maaf kita do’akan atas kebaikan mereka, semoga diberi
kesehatan, kesuksesan, kemuliaan, keberkahan, rahmat, dan hidayah oleh Allah
SWT.
KECERDASN SPIRITUAL
Allahu
Akbar walillahil hamd …
Saudara saudara,
kaum muslim yang berbahagia,
Terakhir, wa idza
fa’alu fahisyatan awzalamu anfusahum dzakarullah, fastaghfaru li dzunubihim,
apa bila berbuat kesalahan atau mendzalimi diri sendiri, mereka segera
mengingat Allah, lalu meminta ampun.
Ciri ke empat orang
yang bertakwa yakni memiliki kecerdasan spritual. Orang yang memiliki
kecerdasan ini selalu merasa di cintai allah. Allah telah memasang CCTV
dimana-mana. Tidak ada ruang di dunia ini yang lepas dari CCTV Allah, sehingga
tidak ada satu perbuatan, sekecil apapun tanpa bantuan Allah. Semua terawasi,
dan terekam dengan baik.
`yJsù
ö@yJ÷èt
tA$s)÷WÏB >o§s
#\øyz ¼çntt ÇÐÈ
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun,
niscahya dia akan melihat (balasan)nya. (al-Zalzalah[99]:7).
Murakabah, merasa
selalu di awasi dan di lihat Allah SWT merupakan esensi dari kecerdasan
spiritual. Orang yang mempunyai kecerdasan sejenis ini akan senantiasa berada
dalam kebaikan , sebab mereka berusaha untuk tampil sebaik mungkin di hadapan Allah
SWT. Mereka tidak ingin terpantau oleh Allah SWT dalam keadaan berbuat dosa.
Orang yang
senantiasa diawasi Allah berusaha menghindari yang terlarang. Jika suatu saat
berbuat dosa, ia segera menggingat Allah lalu bersegera bertaubat meminta
ampunan. Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri.
Ikhwani, kaum
muslimin yang berbahagia ,
Di akhir khutbah
marilah kita berdoa dan memohon agar doa kita di terima oleh-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar