SETELAH bertahun-tahun perjuangan dan
penderitaan, misi suci Rasulullah SAW akhirnya meraih kejayaan di semenanjung
Arab. Panji-panji Islam berkibar di wilayah-wilayah yang luas meliputi
cakrawala Persia dan Syria. Harta yang berlimpah-ruah mengalir ke Madinah dari
berbagai negeri-negeri persemakmuran Islam. Di antara putra-putri Rasulullah
SAW, hanya Fatimah yang masih hidup saat itu.
Sang ayah sangat mencintai putri satu-satunya
itu. Setiap kali Fatimah datang, Rasulullah selalu menerimanya dengan penuh
kasih sayang. Demikian juga Fatimah, setiap kali datang ia selalu merebahkan
dirinya dalam dekapan sang ayah. Jika ia datang, Rasulullah SAW sering
mendudukkan Fatimah di samping beliau sembari menyeka peluh yang membasahi
wajah putrinya dengan sapu tangannya atau meraba dahinya dan mengecek kesehatan
sang putri.
Suatu hari Fatimah datang menemui Rasulullah SAW.
Setelah saling menanyakan kabar dan kesehatan masing-masing, Fatimah berkata
kepada sang ayah dengan nada mengeluh, “Ayah, terlalu banyak mulut yang harus
disuapi di rumahku. Aku dan suamiku, tiga putra kami, empat keponakan, seorang
pembantu, belum tamu-tamu yang datang silih berganti. Aku harus memasak
sendirian untuk mereka semua. Aku merasa sangat letih dan kelelahan. Aku
mendengar banyak tawanan wanita yang baru saja datang ke Madinah. Jika ayah
bersedia memberiku salah satu dari mereka untuk membantuku, itu akan menjadi
pertolongan yang sangat berharga bagiku.”
Rasulullah SAW menjawab permintaan putrinya itu
dengan suara parau, “Sayangku, semua kekayaan dan tawanan perang yang engkau
lihat adalah milik masyarakat muslim. Aku hanyalah bendahara, tugasku
adalah mengumpulkan mereka dari berbagai wilayah dan membagi-bagikan mereka
kepada orang-orang yang berhak. Dan engkau bukan termasuk yang memiliki hak,
anakku, oleh karena itu aku tidak bisa memberimu sesuatu pun dari aset negara
ini.“
Referensi:
- Hirak Har, Abu Dawud
- M. Ibrahim Khan, Kisah-kisah Teladan Rasulullah, Para Sahabat dan Orang-orang Saleh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar